Jakarta (deadlinews.com) – Wakil Ketua II DPRD Sulawesi Tengah, Syarifuddin Hafid, memimpin rombongan Komisi IV DPRD Sulteng dalam kunjungan kerja ke Jakarta dalam rangka melakukan konsultasi terkait Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Penyelenggaraan Ketenagakerjaan.
Kunjungan ini menyasar dua kementerian, yakni Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), pada Jumat (9/5).
Pertemuan di Kementerian Ketenagakerjaan
Di Kementerian Ketenagakerjaan, rombongan diterima oleh Subkoordinator Hubungan Antar Lembaga, Dicky Riswana, dan Abdul Azis Jabbar.
Rombongan DPRD terdiri dari para anggota Komisi IV, yaitu Hidayat Pakamundi, Zalzulmida A. Djanggola, Wiwik Jumatul Rofi’ah, I Nyoman Slamet, Abdul Rahman, Maryam Tamoreka; Sri Atun; serta tenaga ahli, Asri Lasatu.
Pertemuan di Kemnaker membahas berbagai persoalan mendasar ketenagakerjaan di Sulteng mengemuka.
Syarifuddin Hafid secara tegas menyoroti kondisi tenaga kerja di Kabupaten Morowali, khususnya di perusahaan GNI, di mana jumlah pekerja mencapai ratusan ribu namun masih menghadapi upah rendah, minimnya keselamatan kerja, serta fasilitas kesehatan yang hanya sekelas klinik.
“Bayangkan, dengan jumlah pekerja sebanyak itu, fasilitas kesehatan yang disediakan hanya berupa klinik. Sementara risiko kerja yang dihadapi sangat tinggi,” ujar Syarifuddin dengan nada prihatin.
Ia juga menyoroti dominasi tenaga kerja asing (TKA) yang melebihi jumlah tenaga kerja lokal, serta terbatasnya akses pengawasan oleh DPRD ke area perusahaan.
Kondisi ini dianggap sangat merugikan tenaga kerja lokal dan perlu diatur tegas dalam Raperda yang sedang dibahas.
Mantan Kepala Dinas Transmigrasi, Donggala, Zalzulmida A. Djanggola, mempertanyakan apakah Kemnaker memiliki program pelatihan khusus untuk menyiapkan tenaga pengawas fungsional di daerah.
Sebab menurutnya, ketersediaan tenaga pengawas sangat minim di level daerah.
Sementara itu, Wiwik Jumatul Rofi’ah dari Fraksi PKS menekankan pentingnya Raperda ini dalam menjamin kesejahteraan buruh.
Ia juga menyarankan agar setiap perusahaan besar memiliki kantor perwakilan di daerah operasional, agar penyelesaian persoalan ketenagakerjaan tidak selalu harus ke kantor pusat di Jakarta.
Selain itu, menurut Wiwik, Raperda perlu mengatur proporsi pekerja lokal dengan TKA secara tegas agar tidak terjadi ketimpangan.
Isu lain yang disampaikan anggota Komisi IV termasuk pertanyaan dari I Nyoman Slamet, Abdul Rahman, dan Maryam Tamoreka mengenai perlindungan buruh migran dan cakupan pengawasan dalam Raperda yang harus merujuk pada revisi UU Ketenagakerjaan yang terbaru.
Pembahasan Legal Formal di Kemendagri
Di Kemendagri, rombongan DPRD Sulteng disambut oleh Direktur Produk Hukum Daerah Direktorat Otonomi Daerah, Dra. Imelda, MAP, bersama jajarannya.
Sementara itu, pembahasan konsultasi di Kemendagri lebih menekankan aspek legal formal Raperda, seperti dasar hukum, kewenangan daerah, hingga sinkronisasi dengan sedikitnya delapan Peraturan Gubernur yang relevan.
Imelda menyarankan agar substansi Raperda memperjelas sanksi pidana dan administrasi, serta disusun dengan tata cara yang sesuai regulasi nasional.
Imelda juga menekankan bahwa kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Tengah yang kompleks membutuhkan terobosan regulatif yang adaptif.
Menurutnya, sejumlah Perda ketenagakerjaan di daerah lain belum mampu mengakomodasi realitas yang dihadapi para pekerja.
Karenanya, pihaknya akan mengkaji lebih lanjut substansi Raperda Sulteng agar menjadi produk hukum yang kuat dan implementatif.
Harapan DPRD Sulteng
Dengan dua pertemuan ini, DPRD Sulteng berharap Raperda Penyelenggaraan Ketenagakerjaan dapat lebih matang dan responsif terhadap persoalan nyata di lapangan, khususnya dalam melindungi hak-hak pekerja lokal serta memperkuat fungsi pengawasan pemerintah daerah. *
(dii)