Dugaan Korupsi Proyek Pengadaan Kursi SD di Kota Palu: Kadis Pendidikan Diperiksa

Palu (deadlinews.com) – Kepala Dinas Pendidikan Kota Palu, Hardy, telah menjalani pemeriksaan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Palu terkait dugaan korupsi dalam proyek pengadaan mobiler sebanyak 1.217 unit kursi untuk sekolah dasar (SD) se-Kota Palu pada tahun anggaran 2024.

Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Palu, Junaedi, SH, MH, mewakili Kajari Mohammad Rohmadi, SH, MH, menyampaikan kepada grup deadlinews.com melalui sambungan WhatsApp, Selasa (29/7), bahwa sekitar 10 orang telah diperiksa dalam perkara ini, termasuk Kadis Pendidikan Hardy, serta dua rekanan proyek, yakni Hendra dan Zul.

Proyek senilai sekitar Rp1,4 miliar tersebut didanai melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2024.

Sebelumnya, Kajari Palu Mohammad Rohmadi mengonfirmasi bahwa pihaknya tengah melakukan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi pada proyek tersebut.

Namun, penetapan tersangka masih menunggu hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

“Saat ini kami sedang menyidik dugaan korupsi proyek mobiler di Dinas Pendidikan Kota Palu, hanya saja masih menunggu hasil audit BPKP untuk menetapkan tersangka,” ujar Rohmadi.

Proyek mobiler ini dilaksanakan oleh dua pihak rekanan, Hendra dan Zul, melalui perusahaan CV. Revaz Pratama.

Diduga terdapat temuan kerugian negara sebesar Rp300 juta dari hasil audit BPK RI, namun Dinas Pendidikan tidak meneruskan laporan hasil pemeriksaan tersebut kepada pihak rekanan.

Padahal, menurut ketentuan, jika terdapat temuan BPK, dinas terkait wajib menyampaikan rekomendasi pengembalian kerugian negara kepada pihak rekanan dalam jangka waktu 60 hari sejak laporan hasil pemeriksaan diterbitkan.

Kepada deadlinews.com group pada Senin (28/7), Hendra yang ditemui di salah satu warkop di Palu menyatakan tidak pernah menerima surat dari BPK RI melalui Dinas Pendidikan. Ia mengaku bingung saat dipanggil Kejari karena merasa telah menyelesaikan tanggung jawabnya.

“Surat yang dari BPK RI ke Dinas Pendidikan Kota Palu tidak pernah disampaikan ke kami, sehingga kami tidak tahu isinya. Sebelumnya memang kami pernah diperiksa BPK RI, dan temuannya sebesar Rp20 juta, sudah kami kembalikan. Soal yang katanya ada temuan Rp300 juta, kami tidak pernah tahu,” terang Hendra.

Ia juga menambahkan bahwa dirinya tidak menandatangani dokumen administrasi proyek, dan hanya bekerja sama dengan Zul selaku pemilik perusahaan.

Hal tersebut juga dikonfirmasi oleh Zul yang ditemui secara terpisah.

Sementara itu, hingga berita ini ditayangkan, Kepala Dinas Pendidikan Kota Palu, Hardy, belum memberikan tanggapan atas konfirmasi yang diajukan sejak Senin (28/7) melalui WhatsApp.

Sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Hardy tetap dianggap bertanggung jawab dalam pelaksanaan proyek mobiler yang kini tengah disorot Kejari atas dugaan tindak pidana korupsi.

Kerangka Hukum Dugaan Korupsi

  1. Mengacu pada Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), khususnya Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3, setiap tindakan memperkaya diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum yang mengakibatkan kerugian keuangan negara dapat dijerat sanksi berat.
  2. Pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa perbuatan tersebut dapat dihukum penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun, serta denda antara Rp200 juta hingga Rp1 miliar.
  3. Pasal 3 menekankan penyalahgunaan wewenang untuk keuntungan pribadi atau pihak lain, dengan ancaman hukuman serupa.
  4. UU Tipikor juga mencakup keterlibatan pihak swasta dalam tindak pidana korupsi, termasuk bila terdapat kerja sama dengan penyelenggara negara, sebagaimana yang disoroti dalam kasus ini.

Dengan kerangka hukum yang jelas, aparat penegak hukum memiliki landasan kuat untuk memproses perkara dan memulihkan kerugian negara jika terbukti terjadi pelanggaran.*

(Fredi)