Palu (deadlinews.com) – Upaya penurunan stunting di Sulawesi Tengah mendapat perhatian serius dati Wakil Gubernur, dr. Reny Lamadjido, saat memimpin rapat koordinasi lintas sektor, Selasa siang (20/5) di ruang kerjanya.
Sang ‘Gubernur Kesehatan’ lalu menggaris bawahi pentingnya sinergi dan akurasi data dalam menangani masalah stunting yang masih menjadi tantangan terbesar dalam mewujudkan derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat Bumi Nambaso Sulteng.
Peserta rapat yang terdiri dari pengurus TP-PKK provinsi, Dinas Pengendalian Penduduk dan KB (P2KB), Dinas Kesehatan, Bappeda dan BKKBN Perwakilan Sulteng diajak untuk kembali menguatkan tekad dan langkah kolaboratif dalam menurunkan stunting.
dr. Reny kemudian menekankan bahwa jika ditemui anak dengan perawakan pendek bukan berarti ia menderita stunting, tapi perlu dicek terlebih dahulu aspek-aspek lain seperti berat badan, kemampuan motorik, kognitif, dan imunitas tubuh agar kesimpulan tidak spekulatif.
“Masalah pengukuran krusial walaupun kecil tapi jika menyumbangkan data yang salah maka bisa salah penanganan (stunting),” tegasnya supaya tidak terkecoh.
Berdasarkan SKI 2024, prevalensi stunting Sulteng sebesar 26,1% dan tergolong tinggi.
Olehnya dr. Reny mendorong supaya rencana aksi ke depan harus lebih simpel dan fokus dengan menyasar langsung sasaran berdasarkan data yang valid.
Dalam konteks ini, dr. Reny berpendapat penguatan peran posyandu menjadi sangat strategis.
Termasuk pula Pemanfaatan aplikasi e-PPGBM (Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat) yang ditekankan sebagai solusi pengumpulan data gizi anak yang akurat.
Data tersebut nantinya menjadi rujukan dalam menentukan intervensi spesifik berbasis by name by address.
Tak kalah penting, pengukuran status gizi anak menggunakan alat antropometri standar seperti pengukur tinggi badan, berat badan, lingkar lengan atas dan lingkar kepala juga harus dilakukan rutin dan konsisten.
“Pengukuran harus tiap bulan di posyandu,” sarannya agar data tumbuh kembang anak selalu ter-update.
Selain itu, perhatian terhadap fase kehamilan juga tak kalah penting.
Penggunaan alat USG di puskesmas terangnya, tidak hanya untuk memantau kehamilan, tapi juga upaya deteksi dini risiko stunting pada janin.
Maka dari itu, dr. reny menginstruksikan pelatihan intensif bagi tenaga kesehatan di puskesmas supaya mampu mengoperasikan USG untuk melakukan skrining pada ibu hamil.
Isu lain yang juga dibahas ialah masih tingginya angka pernikahan anak yang berimplikasi terhadap tingginya angka stunting, dan karena itu, ia berharap supaya mata rantai pernikahan anak dapat diputus sebagai bagian dari upaya percepatan penurunan stunting.
“Kuncinya kita harus kompak, komitmen dan akurat dalam penyajian data,” pungkasnya di penghujung rapat.*
(dii)