Donggalala (deadlinews.com) – Pekerjaan proyek peningkatan jalan sepanjang tiga kilometer yang menghubungkan Desa Lombonga, Kecamatan Balaesang, dengan Dusun Labuana, Desa Lendentovea, Kecamatan Sirenja, Kabupaten Donggala, menuai sorotan.
Proyek yang dibiayai melalui pinjaman Japan International Cooperation Agency (JICA) senilai Rp34.682.286.000 atau sekitar Rp34,6 miliar itu diduga menggunakan batu pondasi talud berukuran kecil, yang oleh warga disebut sebagai batu “mangga”.
Selain pondasi talud yang dinilai tidak sesuai standar, timbunan pemadatan badan jalan juga diduga menggunakan material bekas tanah katingan.
Proyek ini merupakan bagian dari program rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana gempa bumi, likuefaksi, dan tsunami yang melanda wilayah Palu, Sigi, dan Donggala (Pasigala) pada 2018, atau sekitar tujuh tahun silam.
Proyek jalan pesisir ini menjadi akses utama bagi warga yang tinggal di kawasan hunian tetap (huntap) Lendentovea menuju Desa Lombonga dan selanjutnya ke Labean Balaesang maupun Kota Palu.
Pekerjaan proyek ini dilaksanakan oleh PT Apassoko Group Passokkorang, dengan masa kontrak sejak 4 November 2024 hingga Agustus 2025, atau selama 240 hari kalender.
Berdasarkan pantauan tim DeadlineNews Grup pada Senin sore (9/6), kegiatan di lapangan masih berada pada tahap pemadatan, penggalian sebagian bukit, pemasangan batu pondasi talud di tebing jalan, serta persiapan penghamparan material pasir dan kerikil untuk proses pengaspalan.
Beberapa warga di sekitar lokasi mengonfirmasi bahwa pekerjaan proyek baru berjalan sekitar lima bulan.
“Baru sekitar 5 bulan pak pekerjaan proyek ini,” aku salah seorang warga di lokasi yang meminta tidak disebutkan identitasnya.
Selain peningkatan badan jalan, proyek ini juga mencakup pembangunan drainase. Namun, menurut pengamatan di lapangan, elevasi saluran diduga tidak sesuai perencanaan.
Saluran pembuangan air terlihat buntu, dan terdapat tiang listrik di jalur drainase yang berpotensi membahayakan warga jika terjadi genangan air, karena tiang tersebut bisa saja roboh.
Warga juga menduga bahwa pelaksanaan proyek ini telah disubkontrakkan oleh penyedia jasa, sehingga progres pengerjaan terkesan lambat.
Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) XIV Palu, Sulawesi Tengah, Dadi Muradi, saat dikonfirmasi Rabu siang (11/6) menanggapi persoalan penggunaan batu pondasi talud.
“Kalau batu pondasi talud tidak ada space atau ukuran khusus,” akunya dari balik telepon aplikasi WhatsApp.
Sementara itu, Kepala Perwakilan PT Passokkorang Palu, Hendra, saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp mengenai penggunaan batu “mangga” dan dugaan penggunaan tanah katingan untuk pemadatan badan jalan, memberikan respons singkat.
“Tks infox Dinda, Kami lg di luar kota, nanti kalau sdh di Palu, Kami kabari sekalian silaturahmi. Rencana Selasa depan sdh di Palu,” tulis Hendra.
Hendra menjelaskan pada prinsipnya pihaknya tidak mentolerir jika pemakaian materil tidak sesuai dengan yang persyaratkan sesuai space
“Kami tdk ijinkan Subkont Kami untuk mengerjakan proyek yang pemakaian materialx tdk sesuai dgn spec yg di persyaratkan, apabila itu benar adax, Kami tdk akan toleransi dan Kami tdk akan bayarkan, Mendingan Perusahaan Kami kerja sama dgn Subkont yg bisa menjaga nama baik Perusahaan dgn menjaga mutu/Kwalitas. Tks,” jawab Hendra.
(dii)