KKP Bekukan Izin 11 Kapal Diduga Terlibat Transhipment di Perairan Arafura

Jakarta (deadlinews.com) – Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah membekukan izin operasional 10 kapal penangkap ikan serta 1 kapal pengangkut ikan yang diduga terlibat dalam praktik alih muatan atau transhipment di perairan Arafura.

Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, Lotharia Latif, mengungkapkan bahwa 10 kapal tersebut saat ini telah diamankan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Tual sejak Jumat (28/2).

Sementara itu, satu kapal lainnya masih dalam pemantauan Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP).

“Kesepuluh kapal penangkap ikan ini tidak memiliki dokumen kemitraan dengan kapal pengangkut berinisial KM. MS 7A. Saat dilakukan pemeriksaan, sudah tidak ada ikan di kesepuluh kapal ini dan diduga sudah dipindahkan semua,” ujar Latif dalam keterangan resmi KKP, Selasa (4/3).

Sebagai tindak lanjut, KKP menerapkan sanksi administratif berupa pembekuan izin operasional terhadap kapal-kapal yang melanggar ketentuan.

Tindakan ini dilakukan berdasarkan rekomendasi dari Ditjen PSDKP, mengingat transhipment merupakan pelanggaran serius dalam pengelolaan sumber daya perikanan.

Berdasarkan data Ditjen PSDKP, berikut daftar 10 kapal penangkap ikan yang telah diamankan:

  1. KM. MJ 98 (GT 98)
  2. KM. MAS (GT 82)
  3. KM. HP 3 (GT 153)
  4. KM. U II (GT 97)
  5. KM. FN (GT 150)
  6. KM. SM 8 (GT 96)
  7. KM. LB (GT 58)
  8. KM. SM IX (GT 97)
  9. KM. MJ 8 (GT 59)
  10. KM. BSR (GT 124)

“Kapal-kapal tersebut diduga melanggar Pasal 27 angka 7 (Pasal 27A ayat (1)) UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi UU Jo Pasal 317 ayat (1) huruf g Jo Pasal 320 ayat (3) huruf g PP Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko,” tambah Latif.

Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, sebelumnya menegaskan bahwa dalam implementasi program Penangkapan Ikan Terukur di Zona III, pengawasan akan diperkuat melalui sistem yang terpadu dan terkoordinasi.

Pengawasan ini mencakup berbagai tahapan, baik saat kegiatan penangkapan ikan (while fishing), di pelabuhan sebelum dan sesudah penangkapan (before fishing, after fishing), maupun setelah pendaratan ikan (post landing).*

(dii)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *