Parigi Moutong (deadlinews.com) – Pertambangan Tanpa Izin (PETI) atau tambang ilegal yang terus beroperasi di Desa Buranga, Kecamatan Ampibabo, Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), diketahui pernah menelan korban jiwa.
Akibatnya, masyarakat di desa itu merasa trauma dengan kejadian yang mengakibatkan tiga orang meninggal dunia pada tahun 2021 silam itu
Salah satu warga Buranga, Usman Laminu, mengatakan pihaknya menolak keras keberadaan tambang yang tidak jelas statusnya karena khawatir kejadian serupa terulang kembali.
“Kita takut kejadian dulu yang sudah menelan korban jiwa. Dan itu tidak jelas siapa yang mau bertanggung jawab,” katanya saat diwawancarai awak media, Minggu (2/2). Melansir voxnusantara.com.
Saat ditanya apakah tambang tersebut bukan PETI, melainkan sudah berstatus Izin Pertambangan Rakyat (IPR), Usman membantah.
Ia menegaskan bahwa jika memang ada izinnya, masyarakat meminta agar seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait meninjau langsung ke Buranga.
“Silahkan turun langsung ke Buranga, rapat di sana bahwa ini sudah punya izin. Nah sekarang ini masyarakat masih simpang siur, di mana letak ada izinnya. Kalau memang objektif mereka dengan persoalan ini tentu mereka hadir dan semua dibuat dengan mekanisme yang benar. Di sana itu banyak lubang-lubang yang berbahaya,” tegas Usman.
Usman menjelaskan bahwa pihaknya telah menyurati Polres dan juga telah menerima surat resmi dari Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Namun, menurutnya, masyarakat bukan menolak pertambangan sepenuhnya.
“Justru kami banga kalau ada kegiatan tambang di sana karena menyangkut pemberdayaan ekonomi kerakyatan. Kedua di sana itu IPR seharusnya masyarakat yang kelola, bukan pihak-pihak tertentu,” ungkapnya.
Karena itu, lanjutnya, masyarakat meminta Gubernur, Dinas Lingkungan Hidup, serta Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk turun langsung ke Buranga dan melihat kondisi di lapangan. Ia mengkritik penerbitan izin yang dilakukan tanpa melalui prosedur yang jelas.
“Saya anggap tidak benar seperti itu. Kalau memang mau jujur coba turunkan dari pihak keamanan, karena di sana masyarakat tidak tahu bagaimana kalau terjadi benturan,” ujarnya.
Menurut Usman, jika tambang tersebut benar-benar resmi, maka masyarakat tidak akan ragu untuk beraktivitas. Namun, saat ini tidak ada kejelasan, sehingga sulit menentukan siapa yang bertanggung jawab.
Ia juga meminta OPD yang terkait dengan perizinan diperiksa dan mengancam akan melaporkan permasalahan ini ke pemerintah pusat.
“Saya ini yang terutama kena dampak. Jadi kemarin kades saya itu tidak ada keterbukaan dengan masyarakat, sehingga masyarakat itu kocar-kacir. Mereka itu banyak mengada-ngada saja. Jagan cuman diamil seprti batu loncatan atas nama masyarakat saja, hanya nama dipake tidak ada bukti buat masyarakat,” sambungnya.*
(dii)