Enam (6) orang yang telah dijadikan tersangka (TSK) dugaan korupsi di jajaran Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tengah hanya jadi tahanan kota.
Yakni 2 tersangka di Kejari Palu dengan dugaan korupsi Rp 2,1 miliar dari total anggaran Rp 6,9 miliar dalam proyek sumur artesis di lokasi hunian tetap (Huntap) Tondo, Kota Palu, tahun 2019 di Balai Prasarana Permukiman Sulawesi Tengah (BP2WS).
Adalah kontraktor Simak Simbara (SS) yang bernaung di bawah bendera CV Tirta Hutama Makmur dan Azmi Hayat (Pejabat Pembuat Komitmen-PPK), di balai Prasarana Permukiman Sulawesi Tengah (BP2WS), tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek sumur artesis untuk kebutuhan masyarakat korban gempa bumi, likuifaksi, dan tsunami 28 September 2018 itu.
Untuk diketahui kasus ini dilidik sejak tahun 2023 dan naik kepenyidikan serta penetapan tersangka tahun 2024.
Pihak tsk telah mengembalikan sebagian dugaan kerugian negara sebesar Rp 1,7 miliar.
Sehingga tersisa kurang lebih Rp 400 jutaan yang harus dikembalikan ke negara dari total kerugian kurang lebih Rp 2,1 miliar.
Karena telah mengembalikan sebagian kerugian negara, sehingga 2 tsk itu hanya dijadikan tahanan kota – bukan tahanan rutan.
Kemudian 4 orang tsk di Kejati Sulteng juga hanya di jadikan tahanan kota setelah mereka mengembalikan kerugian negara.
Mereka yang terduga korupsi dan hanya jadi tahanan kota yakni Tri Purnomo Dir CV SBA (Satria Bayu Aji), kemudian Fuad (mantan Pejabat Pembuat Komitmen – PPK) proyek pengadaan alat kesehatan laboratorium Untad.
Keduanya jadi ‘tahanan kota’ atau pengalihan tahanan setelah mengembalikan sebagian kerugian negara sebesar Rp 3 miliiar lebih atas dugaan korupsi alat kesehatan laboratorium (Lab) Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako (Untad) Palu.
Sedangkan 2 tersangka lainnya yakni sekretaris Bawaslu Sulteng Dra. Anayanthy Sovianita, M.Si. (AS) dan Sakila Labenga (PPK).
Sekretaris Bawaslu AS telah mengembalikan dugaan kerugian negara kurang lebih Rp 900 juta, sehingga hanya dijadikan tahanan kota bersama SL. SL sendiri sebelumnya sempat menjalani tahanan rutan.
Bagaimana pelaku korupsi bisa jera atau kapok kalau proses hukumnya lembek. Bahkan bisa bebas di tingkat pengadilan. Karena selama proses hukum berjalan mereka tidak pernah merasakan atau kurang merasakan hidup dalam penjara.
Semoga saja majelis hakim memberikan hukuman berat bagi para pelaku korupsi itu. Sekalipun tidak pernah menjalani penahanan badan didalam rutan. ***
Kopi Pahit – Andi Attas Abdullah