Palu (deadlinews.com) – Komisi II DPR RI yang melaksanakan kunjungan kerja di Sulawesi Tengah dalam rangka pengawasan pelaksanaan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di Provinsi Sulawesi Tengah, Rabu (7/5).
Rombongan Komisi II DPR RI yang dipimpin Ketua Rifqinizamy Karsayuda disambut langsung oleh Gubernur Anwar Hafid yang didampingi Wakil Gubernur dr. Reny Lamadjido, di Polibu, Kantor Gubernur Sulteng.
Turut hadir para bupati dan pejabat dari seluruh kabupaten/kota se-Sulteng serta kepala-kepala BUMD.
Dalam sambutannya, Anwar Hafid mengungkapkan bahwa pertemuan ini menjadi momen istimewa, sebab pertama kalinya ia menerima kunjungan DPR RI dalam kapasitasnya sebagai Gubernur.
“Karena mereka inilah yang akan mengingat dan membawa suara daerah saat kembali ke pusat,” ujar Anwar.
Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, dalam kesempatan tersebut menegaskan pentingnya peran BUMD dan BLUD di tengah terbatasnya fiskal daerah.
Ia mengatakan, meski refocusing anggaran terjadi di tingkat pusat, dampaknya sangat terasa di daerah yang bergantung pada dana transfer dari APBN.
“Ketika pagu APBN di-refocusing untuk program-program nasional, maka kegiatan di daerah yang pendapatan aslinya rendah pasti terdampak. Di sinilah BUMD dan BLUD seharusnya hadir sebagai penggerak ekonomi sekaligus pemasok pendapatan daerah,” jelas Rifky.
Ia menyoroti kondisi BUMD di Sulawesi Tengah yang lebih dari 70% dinilai tidak sehat.
Menurutnya, ini bukan hanya soal manajemen, tetapi juga menyangkut keberanian melakukan diversifikasi usaha dan perbaikan struktur pembiayaan.
“Kita tahu Sulteng punya peluang usaha besar, bahkan sektor sederhana seperti jasa air saja belum digarap optimal. Kita perlu cek cost-benefit-nya dan dorong diversifikasi usaha BUMD,” katanya.
Rifky menambahkan, perlu ada peran aktif Mendagri untuk membina dan, bila perlu, membubarkan BUMD yang tidak sehat.
Lebih lanjut, Rifky menyampaikan bahwa Komisi II DPR RI tengah mendorong hadirnya regulasi baru dalam bentuk Permendagri tentang pembinaan dan pengawasan BUMD.
Ia menyebut regulasi ini penting agar BUMD tidak hanya menjadi tempat ‘balas budi politik‘, tetapi benar-benar dikelola oleh manajer profesional.
“Kuncinya, apakah mereka bisa bertransformasi dari tokoh politik menjadi manajer BUMD yang profesional dan profitable? Itu yang harus kita kawal bersama,’ pungkasnya.*
(dii)