Anwar Hafid Tegaskan Penyelesaian Konflik Agraria Harus Cepat dan Fokus

Palu (deadlinews.com) – Gubernur Sulawesi Tengah, Anwar Hafid, menekankan pentingnya percepatan dan fokus dalam penyelesaian konflik agraria.

Ia mengibaratkan penanganan konflik tersebut seperti menempa besi yang hanya bisa dibentuk saat masih panas.

Hal ini disampaikan Gubernur saat membuka Lokakarya Penyusunan Peta Jalan Satuan Tugas Penyelesaian Konflik Agraria Provinsi Sulawesi Tengah, yang digelar Kamis (17/4) di Ruang Polibu Kantor Gubernur.

“Kalau besi masih panas, bisa dibentuk. Tapi kalau sudah dingin, akan lebih sulit. Begitu juga konflik agraria, harus segera diselesaikan sebelum membesar dan makin rumit,” ujar Anwar Hafid di hadapan peserta lokakarya.

Ia berbagi pengalaman saat menjabat Bupati Morowali, dan menyoroti tiga persoalan utama yang menurutnya krusial untuk menjadi perhatian Satgas Penyelesaian Konflik Agraria.

Pertama, sengketa agraria harus dilihat dari perspektif hukum. Dalam undang-undang, pihak yang berhak mengajukan gugatan adalah pemilik tanah.

Jika seseorang memanen tanaman di lahan milik perusahaan, maka itu dikategorikan sebagai pelanggaran hukum.

Kedua, negara berhak mengambil alih tanah produktif yang terlantar. Namun, dalam praktiknya, masih banyak korporasi yang menelantarkan tanah tetapi tetap mempertahankan hak penguasaannya.

Ketiga, belum adanya pengakuan hukum atas kepemilikan tanah adat secara kolektif atau ulayat menimbulkan kekosongan dokumen resmi, yang rawan memicu konflik.

Anwar Hafid menyebut pembentukan Satgas Penyelesaian Konflik Agraria dilakukan hanya dua pekan setelah ia dilantik sebagai gubernur. Ia menegaskan bahwa tim ini akan mengedepankan pendekatan humanis dan kolaboratif.

“Saya ingin tim ini bukan hanya berasal dari unsur pemerintah, tetapi juga melibatkan pihak eksternal, agar penyelesaiannya adil dan menyeluruh,” jelasnya.

Gubernur berharap, melalui musyawarah dan mufakat, penyelesaian konflik agraria dapat dilakukan secara berkeadilan, sehingga hak masyarakat tetap terlindungi dan investasi dapat berjalan tanpa merugikan warga dan lingkungan.

“Investasi penting, tapi hak-hak masyarakat harus dijaga. Jangan sampai ekologi kita terganggu,” tegasnya.

Senada dengan Gubernur, Komisioner sekaligus Ketua Tim Agraria Komnas HAM RI, Saurlin P. Siagian, mengapresiasi langkah inovatif Pemprov Sulteng melalui pembentukan satgas ini.

“Ini catatan penting bagi Indonesia. Baru kali ini ada provinsi yang secara serius membentuk Satgas Penyelesaian Konflik Agraria. Ini bisa jadi inspirasi bagi daerah lain,” ujarnya.

Wakil Menteri Hukum dan HAM, Mugiyanto, juga menyampaikan harapannya agar melalui lokakarya dan satgas ini, penyelesaian konflik agraria di Sulawesi Tengah dapat dilakukan dengan memberikan kepastian hukum serta mengedepankan prinsip keadilan.

Ia mengapresiasi pendekatan musyawarah yang diambil, sebagai alternatif yang lebih baik dibanding jalur litigasi.

“Jangan sampai investasi menjadi alasan untuk melanggar HAM dengan menggusur hak warga atas tanahnya,” pesan Mugiyanto.

Ia menutup pernyataannya dengan harapan besar terhadap Sulawesi Tengah.

“Banyak hal baik yang berasal dari daerah ini. Semoga di bawah kepemimpinan Bapak Gubernur, Sulawesi Tengah terus menjadi cahaya bagi penegakan HAM,” tandasnya.

Lokakarya ini juga dihadiri oleh Wakil Ketua I DPRD Sulteng Aristan, Sekprov Dra. Novalina, M.M, Ketua Umum Satgas yang juga Kepala Dinas Perkimtan Abdul Haris Karim, S.T., M.M., serta Ketua Harian Satgas Eva Bande.

Peserta terdiri dari unsur perangkat daerah, Forkopimda, mitra kerja Gugus Tugas Reforma Agraria, organisasi masyarakat sipil, dan kelompok-kelompok masyarakat terdampak.

Dalam kesempatan tersebut, juga dilakukan penandatanganan nota kesepakatan antara Kementerian Hukum dan HAM dan Pemerintah Provinsi Sulteng terkait percepatan penyelesaian konflik agraria di wilayah tersebut.*

(dii)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *