Palu (deadlinews.com) – Upaya Gubernur Sulawesi Tengah, Anwar Hafid, dalam memperjuangkan keadilan Dana Bagi Hasil (DBH) bagi daerah penghasil nikel mulai menunjukkan hasil konkret.
Pemerintah pusat melalui Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) merespons positif langkah tersebut setelah pernyataan Anwar Hafid saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi II DPR RI dan Kemendagri viral di media.
“Alhamdulillah, tadi pagi saat kami sedang melaksanakan talk show dalam rangka Berani Ngopi bersama teman-teman serikat pekerja KLS, saya ditelepon oleh Pak Deputi dari Kementerian Bappenas dan saya bicara langsung dengan Kepala Bappenas,” ujar Anwar Hafid.
Kepala Bappenas bahkan meminta Anwar Hafid menyusun kajian resmi sebagai langkah awal pembahasan di tingkat nasional, membuka peluang bagi Sulawesi Tengah untuk memperoleh porsi DBH yang lebih proporsional.
“Tolong Pak Gubernur dibuatkan kajiannya supaya nanti kita sama-sama presentasikan di Jakarta, sehingga kita bisa melihat dan mengusulkan kepada Bapak Presiden bagaimana sungguhnya proporsi yang adil buat masyarakat Sulawesi Tengah dengan adanya industri, kawasan-kawasan industri penghasil nikel di Indonesia ini,” ujar Anwar Hafid menyampaikan pernyataan Kepala Bappenas.
Anwar Hafid menekankan bahwa perjuangan untuk mendapatkan porsi DBH yang adil bukanlah hal baru baginya.
Sejak menjabat sebagai Bupati Morowali, ia telah menyuarakan pentingnya pembagian DBH yang proporsional kepada daerah penghasil.
“Saya kira ini adalah hal yang harus kita perjuangkan oleh semua stakeholder, elemen masyarakat Sulawesi Tengah. Karena memang kita ini adalah salah satu penghasil devisa negara dengan adanya industri-industri smelter nikel yang ada di Sulawesi Tengah,” tegasnya.
Ia berharap bahwa ke depan ini perhitungan DBH setidaknya diberikan secara proporsional kepada Provinsi Sulawesi Tengah, baik itu kabupaten penghasil maupun pemerintah Sulawesi Tengah secara umum.
Ia juga menyoroti perbedaan antara DBH dan Corporate Social Responsibility (CSR), di mana DBH langsung masuk ke pemerintah daerah dan dapat digunakan untuk mempersiapkan masyarakat menghadapi era pasca-tambang.
“Karena dana ini langsung ke pemerintah daerah, beda dengan CSR yang juga CSR adalah kewenangan perusahaan sehingga kita tidak bisa mengontrolnya,” jelasnya.
Dukungan mengalir terhadap upaya Anwar Hafid
Adapun upaya yang dilakukan oleh Anwar Hafid mendapat dukungan yang datang dari berbagai elemen masyarakat Sulawesi Tengah, termasuk aktivis, akademisi, dan masyarakat umum.
“Saya sangat bersyukur bahwa ternyata apa yang saya suarakan ini sekarang menjadi viral dan itu mendapat dukungan luar biasa,” lanjut Anwar.
Saya melihat diskusi di setiap grup-grup WhatsApp yang ada di Sulawesi Tengah ini, kebanyakan memberikan support agar terus kita berjuang bersama-sama,” ungkap Anwar Hafid.
Pemprov Sulteng menyusun program prioritas yang didukung DBH
Sebagai tindak lanjut, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah tengah menyusun data dan program-program pembangunan prioritas yang akan didukung oleh DBH.
Salah satu program unggulan yang telah berjalan adalah Berani Cerdas, yang memberikan beasiswa kepada masyarakat Sulawesi Tengah yang berprestasi dan tidak mampu.
“Sampai dengan hari ini, kurang lebih ada sudah sekitar 50 ribu rakyat Sulawesi Tengah yang mendaftarkan diri untuk mendapatkan beasiswa,” katanya.
Ia sangat berharap dengan adanya perhatian dari pemerintah pusat, khususnya Bappenas, Sulawesi Tengah dapat memperoleh porsi DBH yang adil, sehingga dapat mendukung berbagai program pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Kami butuh ada kekuatan fiskal daerah dengan berharap dari dana bagi hasil itu untuk mendukung semua program-program Bapak Presiden, sehingga ini bisa terwujud dengan baik dan masyarakat pasti sejahtera, Sulawesi Tengah juga begitu,” pungkasnya.
Pernyataan Anwar Hafid viral
Sebelumnya, Anwar Hafid menggegerkan ruangan saat RDP bersama Komisi II DPR RI di Jakarta, Selasa (29/4), dengan pernyataan keras soal ketimpangan DBH tambang yang diterima Sulawesi Tengah.
Ia mengungkap bahwa meski provinsinya menjadi salah satu kontributor terbesar bagi penerimaan negara dari industri nikel dan smelter, namun hanya menerima sekitar Rp200 miliar DBH per tahun, jauh dari proporsi yang layak dibanding dampak kerusakan yang ditanggung daerah.
Ia juga menyoroti praktik perpajakan yang tak berpihak ke daerah penghasil, serta kebijakan tax holiday yang dinilainya justru menguntungkan korporasi besar dan memiskinkan daerah.
Pernyataan itu viral dan memicu respons luas, hingga akhirnya Bappenas meminta Pemprov Sulawesi Tengah menyusun kajian resmi sebagai langkah awal pembahasan kebijakan DBH yang lebih adil di tingkat nasional. *
(dii)