Palu (deadlinews.com) – Siapa yang akan menjadi tersangka dalam dugaan korupsi proyek pengadaan mobiler di Dinas Pendidikan Kota Palu masih menjadi tanda tanya.
Proyek pengadaan sekitar 1.217 unit kursi (mobiler) untuk Sekolah Dasar (SD) senilai kurang lebih Rp1,4 miliar dari APBD tahun anggaran 2024 saat ini tengah dalam proses penyidikan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Palu sejak Maret hingga Juli 2025.
Proyek tersebut dikerjakan oleh Hendra dan Zul di bawah naungan CV. Revaz Pratama.
Diduga terdapat temuan kerugian negara sekitar Rp300 juta oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI), namun pihak Dinas Pendidikan tidak menyampaikan hasil audit tersebut kepada pihak rekanan pelaksana proyek.
Padahal, lazimnya temuan BPK RI akan direkomendasikan untuk dikembalikan dalam jangka waktu 60 hari sejak Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dikeluarkan.
Menanggapi hal ini, Hendra, selaku pelaksana lapangan, menyampaikan kepada deadlinews.com dan media partner lainnya bahwa dirinya tidak pernah menerima informasi mengenai temuan BPK tersebut.
“Surat dari BPK RI ke Dinas Pendidikan Kota Palu tidak pernah disampaikan ke kami, sehingga kami tidak tahu isinya. Sebelumnya kami pernah diperiksa BPK RI dan terdapat temuan sebesar Rp20 juta, yang telah kami kembalikan. Soal temuan Rp300 jutaan itu, kami tidak tahu karena Dinas Pendidikan tidak pernah menyampaikan ke kami. Makanya ketika kami diundang Kejari untuk memberikan keterangan, kami bingung,” ujar Hendra, Senin (28/7) di salah satu warkop di Palu.
Lebih lanjut, Hendra mempertanyakan cepatnya proses hukum ini tanpa adanya pemberitahuan terlebih dahulu kepada pihak pelaksana.
“Kalau memang benar ada temuan LHP BPK RI, kami pasti akan mengembalikannya,” ujarnya.
Hendra juga menyampaikan bahwa secara administratif dirinya tidak pernah menandatangani dokumen proyek, karena yang tercatat sebagai pemilik perusahaan adalah Zul.
“Saya dan Zul bekerja sama dalam pengerjaan proyek mobiler ini. Kami sama-sama menanamkan modal dan mengerjakannya di bawah CV. Revaz Pratama,” jelasnya.
Zul, selaku pemilik perusahaan, juga mengonfirmasi pernyataan Hendra ketika ditemui media di tempat yang sama.
Sementara itu, Kepala Kejaksaan Negeri Palu, Mohammad Rohmadi, SH, MH membenarkan bahwa pihaknya tengah menyelidiki dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek pengadaan mobiler tersebut.
“Saat ini kami sedang menyidik dugaan korupsi proyek mobiler di Dinas Pendidikan Kota Palu. Namun, kami masih menunggu hasil audit dari BPKP untuk menetapkan tersangka,” ujar Rohmadi saat dikonfirmasi Rabu (23/7) dan Minggu (27/7).
Di sisi lain, Kepala Dinas Pendidikan Kota Palu, Hardy, hingga berita ini ditayangkan belum memberikan tanggapan atas konfirmasi yang dikirimkan melalui pesan WhatsApp pada Senin (28/7).
Sebagai informasi, dalam konteks hukum, Kepala Dinas Pendidikan berpotensi terlibat karena menjabat sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam proyek tersebut.
Berdasarkan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), perbuatan yang memperkaya diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum yang menyebabkan kerugian negara diatur dalam:
Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor:
Menyatakan bahwa setiap orang yang secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda antara Rp200 juta hingga Rp1 miliar.
Pasal 3 UU Tipikor:
Menyatakan bahwa setiap orang yang menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana karena jabatan yang merugikan keuangan negara, dipidana dengan penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun serta denda antara Rp50 juta hingga Rp1 miliar.
Kedua pasal ini memiliki unsur-unsur penting, yaitu: melawan hukum, memperkaya diri sendiri atau orang lain, dan mengakibatkan kerugian negara.
Kasus ini menunjukkan bahwa dugaan korupsi tidak hanya melibatkan pihak pemerintah, tetapi juga dapat melibatkan pihak swasta yang bekerja sama dengan pejabat publik.*
Fredi